Total: 1138 results found.
Page 54 of 57
Magic Box ; Wadah Penyimpanan Praktis dalam Memperpanjang Daya Simpan dan Mengurangi Kerusakan selama Distribusi Hasil Pascapanen Buah Pepaya (Carica papaya)
KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database
Bagaimana cara membakar gas alam tanpa melepaskan CO2 ke udara? Caranya adalah dengan menggunakan metode pembakaran khusus yang telah diteliti TU Wien selama bertahun-tahun, yakni: chemical looping combustion (CLC). Dalam proses ini, CO2 dapat diisolasi selama pembakaran tanpa harus menggunakan energi tambahan, yang berarti dapat disimpan. Ini mencegah CO2 dilepaskan ke atmosfer.
Metode ini berhasil diterapkan di fasilitas uji dengan daya 100 kW. Sebuah proyek penelitian internasional baru-baru ini berhasil mengembangkan teknologi yang mampu menciptakan semua kondisi yang diperlukan untuk membuat fasilitas uji dapat berfungsi secara penuh dengan kapasitas 10 MW.
Mengisolasi CO2 dari gas buang lainnya
Membakar gas alam jauh lebih ‘bersih’ daripada membakar minyak mentah atau batu bara. Namun, gas alam memiliki kekurangan, yakni menghasilkan CO2 selama pembakaran, yang memiliki efek merugikan bagi kondisi iklim dunia. CO2 biasanya merupakan bagian dari campuran gas buang, bersama dengan nitrogen, uap air dan zat lainnya. Dalam bentuk campuran ini, CO2 tidak dapat disimpan atau didaur ulang dengan baik.
"Di dalam fasilitas uji tempat kami bekerja, bagaimanapun, proses pembakaran pada dasarnya berbeda," Stefan Penthor dari Institut Teknik Kimia di TU Wien menjelaskan. "Dengan metode pembakaran kami, gas alam sama sekali tidak berhubungan dengan udara, karena kita membagi prosesnya ke dalam dua ruang terpisah."
Butiran yang terbuat dari oksida logam beredar hilir-mudik di antara kedua bilik dan bertugas untuk mengangkut oksigen dari udara ke bahan bakar: "Kami memompa udara melalui satu ruangan, di mana partikel-partikel tersebut mengambil oksigen dan kemudian beralih ke ruang kedua, sebuah ruang dengan gas alam mengalir di dalamnya; di sinilah oksigen dilepaskan, sehingga terjadi pembakaran tanpa api, menghasilkan CO2 dan uap air," jelas Penthor.
Pemisahan pembakaran menjadi dua ruang berarti ada dua aliran gas buang terpisah yang harus diatur, yakni: udara dengan konsentrasi oksigen yang sudah berkurang yang dikeluarkan dari ruangan pertama, serta uap air dan CO2 yang keluar dari ruangan kedua. Uap air dapat dipisahkan dengan mudah, meninggalkan CO2 hampir murni, yang dapat disimpan atau digunakan dalam aplikasi teknis lainnya. "Penyimpanan CO2 berskala besar di bekas reservoir gas alam bawah tanah sangat signifikan artinya di masa depan,” kata Stefan Penthor. Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations International Panel for Climate Change/UN-IPCC) juga memandang penyimpanan CO2 di bawah tanah sebagai komponen penting dari setiap kebijakan mengenai perubahan iklim di masa depan. Hanya saja, CO2 hanya bisa disimpan jika sudah dipisahkan semurni mungkin - seperti yang dihasilkan oleh metode pembakaran CLC yang baru.
Dengan memisahkan kedua aliran gas buang tersebut, tidak ada lagi kebutuhan untuk membersihkan sisa-sisa CO2 dari gas buang, sehingga menghemat banyak energi. Terlepas dari semua ini, listrik dapat dihasilkan dengan cara biasa, sedangkan jumlah energi yang dilepaskan sama persis dengan yang dihasilkan saat membakar gas alam dengan cara konvensional.
Langkah Selanjutnya
Beberapa tahun telah berlalu sejak TU Wien pertama kali membuktikan keberhasilan metode pembakaran CLC di fasilitas uji. Tantangan besar yang harus dihadapi saat ini adalah: merancang ulang seluruh proses sehingga bisa diaplikasikan menjadi sebuah instalasi berskala besar yang juga terjangkau secara ekonomis. Seluruh desain fasilitas harus direvisi; selain itu, metode produksi baru untuk partikel oksida logam juga harus dikembangkan. "Untuk fasilitas yang besar, diperlukan sekian ton partikel oksida logam seperti ini. Kelayakan konsep ini secara ekonomi sangat bergantung pada kemampuan untuk menghasilkan partikel dengan mudah dan dengan tingkat kualitas yang cukup tinggi," kata Stefan Penthor.
SUCCESS (Sustainable Urban Carbon Capture: Engineering Soils for Climate Change: sebuah afiliasi riset yang melibatkan beberapa universitas di Inggris dan panel penasihat yang diambil dari unsur pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta akademisi Inggris) telah melakukan berbagai proyek terkait isu-isu seperti ini selama tiga setengah tahun. TU Wien telah mengkoordinasikan proyek tersebut dengan mereka, melibatkan 16 perusahaan mitra dari seluruh Eropa. Kelompok kerjasama ini telah berhasil menyelesaikan semua pertanyaan teknis yang signifikan dalam percobaan tersebut.
Tim CLC TU Wien (dari kiri ke kanan): Karl Mayer, Robert Pachler, Stefan Penthor (duduk), Michael Stollhof, Stephan Piesenberger
Revisi desain fasilitas uji didasarkan pada dua paten teknologi fluidised bed yang dipegang oleh TU Wien. "Tujuan kami telah tercapai, yakni mengembangkan teknologi sedemikian rupa sehingga kemampuan fasilitas uji untuk bekerja di kisaran 10 MW dapat dimulai kapan saja, bahkan sejak hari ini" kata Stefan Penthor. Namun demikian, mestinya langkah lanjutan dari penelitian ini tidak dilakukan untuk kepentingan lembaga penelitian semata; yang dibutuhkan sekarang adalah investor swasta atau publik. Keberhasilan teknologi ini juga bergantung pada kemauan politik dan kondisi industri energi di masa depan. Selain itu, langkah selanjutnya juga penting karena merupakan satu-satunya cara untuk mendapatkan pengalaman yang diperlukan, agar bisa memanfaatkan teknologi tersebut dalam skala industri dan dalam jangka panjang.
Sementara itu, tim peneliti TU Wien telah menetapkan tujuan ilmiah selanjutnya, yaitu: "Kami ingin mengembangkan metode ini lebih jauh sehingga bisa membakar bukan hanya gas alam saja, tapi juga biomassa," kata Penthor. "Jika biomassa dibakar, kemudian CO2-nya dipisahkan, proses tersebut bukan hanya sekedar ‘tidak menambah jumlah CO2’, tapi malah akan mengurangi jumlah CO2 di udara. Dengan demikian, Anda bisa menghasilkan energi dan melakukan sesuatu yang baik bagi iklim global, dalam waktu yang bersamaan."
---
(sumber: Science Daily | sumber gambar: TU Wien)
Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro Portabel Terintegrasi
KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database
Musik Degung untuk Akuakultur (Degoong Sound for Aquaculture "Denoq")
KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database
Sebuah tim peneliti dari empat universitas di Amerika menyatakan bahwa kunci untuk mengurangi gas rumah kaca (greenhouse gases/GHG) yang berbahaya dalam jangka pendek lebih mungkin ditemukan di piring makan daripada di pompa bensin.
Tim yang dipimpin oleh peneliti Loma Linda University (LLU) Helen Harwatt, PhD, mengemukakan bahwa satu perubahan sederhana dalam kebiasaan makan orang Amerika akan berdampak besar terhadap lingkungan. Jika orang Amerika mau makan kacang sebagai pengganti daging sapi, mungkin pada tahun 2020 target penurunan GHG sudah akan tercapai sebesar 50%-75%.
Para peneliti menjelaskan bahwa sapi potong adalah makanan yang paling intensif dalam memproduksi GHG; dan bahwa produksi kacang-kacangan (termasuk kacang polong) menghasilkan seperempat dari jumlah GHG yang dihasilkan oleh produksi daging sapi.
"Berdasarkan temuan terbaru ini, kami berharap bahwa penelitian kami akan berguna untuk menunjukkan seberapa besar dampak yang bakal muncul akibat perubahan produksi pangan, dan mempromosikan perubahan tersebut dalam kebijakan mitigasi perubahan iklim," kata Harwatt.
Dalam makalah setebal 10 halaman yang dirilis pada 12 Mei 2017, Harwatt dan rekan-rekannya menekankan bahwa perubahan pola makan dalam rangka mitigasi perubahan iklim saat ini menjadi topik hangat di kalangan para pembuat kebijakan, akademisi dan anggota masyarakat pada umumnya. Makalah yang berjudul "Mengganti Daging Sapi Dengan Kacang Sebagai Kontribusi Terhadap Target Perubahan Iklim di Amerika Serikat” ini bisa didapatkan secara online.
Selain mengurangi GHG, Harwatt dan timnya - termasuk Joan Sabate, MD, DrPH; Gidon Eshel, PhD; mendiang Sam Soret, PhD; Dan William Ripple, PhD - menyimpulkan bahwa peralihan bahan makanan yang bersumber dari hewan ke tumbuhan dapat membantu mencegah kenaikan suhu global.
Joan Sabate, yang menjabat sebagai direktur eksekutif Pusat Nutrisi, Gaya Hidup Sehat dan Pencegahan Penyakit (Center for Nutrition, Healthy Lifestyle and Disease Prevention) di LLU School of Public Health, mengatakan bahwa temuannya cukup substansial. "Negara ini bisa memenuhi lebih dari separuh target pengurangan GHG-nya tanpa harus menetapkan standar baru pada industri mobil atau industri manufaktur," katanya.
Penelitian yang dilakukan ketika Harwatt menjabat sebagai peneliti nutrisi lingkungan di Universitas Loma Linda ini juga menemukan bahwa produksi daging sapi merupakan bisnis yang menggunakan lahan pertanian secara tidak efisien. Menggantikan daging sapi dengan kacang akan mengurangi penggunaan 42 persen lahan pertanian A.S. yang saat ini masih terus bertambah. Jika dikalkulasi, total lahan yang digunakan adalah sebesar 1,65 juta kilometer persegi atau lebih dari 400 juta hektar persegi, setara dengan 1,6 kali luas negara bagian California.
Harwatt menyadari bahwa saat ini, lebih dari sepertiga konsumen daging Amerika mulai membeli makanan pengganti daging, berupa produk nabati yang menyerupai daging dalam rasa dan teksturnya. Menurut Harwatt, tren tersebut menunjukkan bahwa daging yang bersumber dari hewan tidak lagi menjadi kebutuhan utama.
"Dengan menyadari berapa jumlah gas rumah kaca yang harus dikurangi untuk menghindari dampak terburuk dari perubahan iklim, apakah kita siap untuk makan daging tiruan yang tampilan maupun rasanya mirip dengan daging sapi, namun memiliki dampak yang jauh lebih rendah terhadap perubahan iklim?" dia bertanya. "Sepertinya kita perlu melakukan ini. Target pengurangan emisi gas rumah kaca tidak mungkin akan tercapai jika pola makan kita tidak berubah."
Bagaimana dengan Anda?
---
(sumber: Science Daily | sumber gambar: Pixabay)
Reaktor CoLAR Mengubah Air Limbah Menjadi Biogas
KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database
Tikus adalah musuh utama petani padi saat ini. Mesin pengempos tikus dirancang bagi petani agar bisa menekan populasi tikus secara massal.
KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database
Yara, sebuah perusahaan pupuk dan bahan kimia Norwegia mengumumkan bahwa perusahaannya telah membangun sebuah kapal bertenaga baterai yang akan mulai beroperasi pada tahun 2020. Kapal baru tersebut akan menggantikan 40.000 perjalanan truk diesel yang digunakan untuk mengangkut produk dari pabrik ke pelabuhan setiap tahunnya.
Kapal yang diberi nama Yara Birkeland ini adalah moda transportasi laut tanpa emisi yang dikembangkan Yara bersama perusahaan ekspedisi Kongsberg. Yara Birkeland akan beroperasi sebagai kapal berawak mulai tahun depan, mulai melayani perjalanan jarak jauh pada tahun 2019, dan dapat melakukan perjalanan mandiri tanpa awak (otonom) pada tahun 2020.
Berbagai jenis kendaraan otonom mulai bermunculan dalam percaturan bisnis kargo global. Di Singapura, salah satu pelabuhan tersibuk di dunia, truk-truk otonom mengangkut muatan antar terminal. Di Eropa, sedang berjalan sebuah proyek untuk memperkenalkan truk otonom yang akan mengangkut kargo dari pelabuhan melintasi perbatasan darat. Rolls-Royce juga sedang menginisiasi sebuah proyek yang mereka sebut sebagai "kapal cerdas", yang diproyeksikan akan mulai mengarungi perairan akhir dekade ini.
Kapal otonom meminimalkan risiko pembajakan dengan mengurangi jumlah awak kapal yang harus menghadapi bahaya di laut. Selain itu, pengiriman barang melalui laut umumnya menghasilkan karbon yang lebih sedikit dibandingkan dengan pengiriman melalui jalan darat dan udara. Dengan demikian, kapal bertenaga listrik Yara akan mampu mengurangi emisi dalam jumlah yang jauh lebih banyak.
"Setiap hari, dibutuhkan lebih dari 100 perjalanan truk diesel untuk mengangkut produk dari pabrik Porsgrunn Yara ke pelabuhan di Brevik dan Larvik, pelabuhan tempat kami mengirimkan produk ke para pelanggan di seluruh dunia," kata CEO Yara Svein Tore Holsether dalam sebuah pernyataan resmi.
"Dengan kapal kontainer otonom baru berbasis tenaga baterai ini, kami memindahkan transportasi dari darat ke laut, dan dengan demikian akan mengurangi kebisingan dan polusi debu, memperbaiki keamanan jalan, serta mengurangi emisi NOx dan CO2," tambahnya. Perubahan ini diharapkan dapat mengurangi emisi CO2 sebesar 678 ton per tahun. Menurut juru bicara Yara, listrik yang digunakan untuk mengisi baterai kapal ini hampir seluruhnya berasal dari pembangkit listrik tenaga air.
Meskipun merupakan negara produsen minyak utama, Norwegia paling antusias dalam mengadopsi teknologi mobil listrik, berkat perolehan pajak yang tinggi. Negara ini juga telah melakukan eksperimen pembuatan kapal bertenaga listrik untuk mengarungi fjord di wilayahnya.
Teknologi transportasi kargo yang semakin canggih juga membuat sektor logistik memiliki pemain baru. Sejauh in sektor tersebut masih dipimpin oleh raksasa retailer seperti Amazon, yang sedang merancang cara untuk mengendalikan semua aspek dalam pengiriman paketnya.
---
(dirangkum dari berbagai sumber: Phys, Quartz, & Kongsberg | video: Tandaseru TV)
Papan Tulis Interaktif dengan adaptasi teknologi pengendali jarak jauh
KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database
Rangka Sepeda Diproduksi dengan Proses Pengecoran
KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database
Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi berpeluang untuk tumbuh pesat di tahun-tahun mendatang. Pertumbuhan paling pesat dicatat oleh negara-negara seperti Indonesia, Filipina, dan Kenya, yang semuanya kaya akan sumber daya panas bumi. Inisiatif ini melibatkan bank-bank investasi seperti JICA dan IADB sebagai pemain utamanya.
Bank-bank ini bekerja sama dengan negara-negara yang memiliki sumber energi panas bumi namun belum dimanfaatkan, seperti Chile, untuk melakukan diversifikasi terhadap portofolio energi nasional mereka. Hal ini perlu dilakukan dalam rangka mencapai tujuan Paris Climate Agreement (Perjanjian Iklim Paris) untuk menurunkan output CO2 global secara signifikan dalam beberapa dekade mendatang.
Negara-negara seperti Kenya dan Indonesia telah menetapkan kerangka kerja dan target sasaran pengembangan panas bumi, yang direncanakan akan tercapai di tahun-tahun mendatang, sehingga energi panas bumi mampu menghasilkan tenaga listrik yang signifikan jumlahnya, karena negara-negara ini mulai memperhatikan masalah lingkungan.
Perkembangan Energi Panas Bumi di Pasar Internasional
---
(sumber: Renewable Energy World | sumber gambar: Pixabay & Think Geoenergy)
Rekayasa Proses Isolasi Limonin dari Biji Jeruk Siam
KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database
TRANSPEDO (Transponder Sasaran Torpedo) sebagai Sasaran Tembak Torpedo Latih Bawah Air
KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database
Lebih dari 5 juta orang tinggal di Singapura. Negara kota berpenduduk padat di selatan Malaysia ini memiliki luas 277 mil persegi dan memiliki lebih dari 4.300 gedung bertingkat tinggi. Singapura juga merupakan salah satu negara yang paling banyak dilengkapi sensor dan paling terpantau kondisi demografisnya di seluruh dunia. Hal ini menjadikan negara tersebut sangat ideal untuk direplikasi secara virtual.
Pemerintah Singapura, dalam hal ini Lembaga Riset Nasional (National Research Foundation/NRF) dan Kantor Perdana Menteri, bekerjasama dengan perusahaan perangkat lunak perancangan 3D Dassault Systèmes, mengembangkan Virtual Singapore, sebuah platform kolaborasi yang bisa digunakan oleh masyarakat, kalangan bisnis, pemerintah dan komunitas riset untuk mengembangkan perangkat dan layanan untuk menjawab berbagai masalah kompleks dan tantangan yang dihadapi negara ini.
Seperti apa Virtual Singapore nanti? Bayangkan saja Google Map, tapi dalam wujud tiga dimensi dan lebih mudah navigasinya; serta tidak hanya memuat data kondisi lalu lintas, tapi juga data lainnya. Dengan gambar dan data yang dikumpulkan dari berbagai lembaga pemerintah (baik data lama maupun terbaru), seperti data geometris, geospasial dan topologi, demografi, cuaca atau iklim, Virtual Singapore menyajikan semua data tersebut dalam beberapa lapisan (layer), dan dikemas dalam gambar lansekap kota tiga dimensi seperti yang biasa kita lihat dalam game SimCity. Data terbuka ini memungkinkan para pejabat dan perencana kota, arsitek, dan pihak lain yang berkepentingan, untuk memantau tren yang terjadi serta melihat keterkaitan antar berbagai informasi yang biasanya disembunyikan.
Ingeborg Rocker, Vice President Dassault 3Dexperiencity menjelaskan, “Virtual Singapore sebenarnya memuat banyak sekali data, tetapi disamarkan menjadi sebuah pengalaman visual yang mudah dipahami, karena kami tidak ingin membuat pemakainya pusing bahkan mual gara-gara harus membaca dan mencerna terlalu banyak data.”
Menjelajahi Virtual Singapore seperti mengendarai sebuah helikopter yang terbang di atas kota, namun juga gesit menyelinap di antara gedung-gedung yang menjulang tinggi. Anda bisa mengklik sebuah situs untuk mendapatkan data, atau sekedar melihat setiap warna dan tanda yang menunjukkan lapis demi lapis informasi.
Anda bisa memperbesar gambar apartemen untuk melihat ukurannya, sudut elevasinya, letak pohon-pohonnya, energi listrik yang dipakainya, bahan bangunannya, spesifikasi teknisnya, harga per unitnya, jumlah penghuninya, dan tempat parkir yang disediakannya. Sebaliknya, Anda juga bisa memperkecil gambar untuk melihat akses transportasi, kondisi lalu lintas, cuaca, atau kondisi kesehatan di area setempat (misalnya: apakah dinas kesehatan setempat sudah mendeteksi nyamuk demam berdarah di daerah itu?). Informasi mengenai kemungkinan terjadinya kondisi darurat, seperti kebocoran gas hingga kemungkinan ancaman bom, akan muncul dalam bentuk lingkaran berwarna merah terang; sehingga para perancang bangunan akan dapat memperkirakan apakah bangunan yang akan didirikan nanti bakal menutupi area di sekitarnya; dan para pejabat setempat dapat membuat simulasi evakuasi bencana.
Teknologi ini merupakan upaya terbaru dan tercanggih untuk menciptakan "dashboard perkotaan", semacam pusat kendali yang bisa menampilkan semua data. Contoh lain dari penggunaan teknologi semacam ini dapat dijumpai di Pusat Operasi Rio (Rio’s Operations Center), yang dilengkapi dengan sekumpulan layar yang mirip dengan pusat pengendalian operasi NASA, dan mampu melacak kondisi lalu lintas, cuaca, dan berbagai keperluan lainnya. Selain Rio, ada Biro Teknik Los Angeles (Los Angeles’s Bureau of Engineering) yang memetakan kota Los Angeles, mencakup peta GIS yang memiliki lebih dari 20 lapis data, dari data properti hingga informasi geoteknik. Perusahaan-perusahaan teknologi seperti IBM (yang juga membangun Rio’s Operations Center), Siemens, dan Cisco menjadi penyedia perangkat lunak "Smart City" yang berfungsi untuk memetakan data di beberapa kota besar lainnya.
Meskipun Rio dan LA menerapkan teknologi serupa, hanya Virtual Singapore yang mampu menyajikan data yang lebih holistik, intuitif, dan tiga dimensional. “Virtual Singapore benar-benar membuka wawasan kita mengenai bagaimana setiap sistem sebenarnya saling mempengaruhi satu sama lain. Setiap perubahan, sekecil apapun, pasti akan memiliki dampak yang besar. Sebagai contoh, jika Anda membangun sebuah stadion, Anda bisa melihat bagaimana dampaknya terhadap lalu lintas, polusi, kepadatan penduduk, dan sebagainya,” jelas Rocker. Ng Siau Yong, direktur Divisi Geospasial Otoritas Tanah Singapura menambahkan, “Fitur seperti ini tentu sangat berguna bagi kami, karena kondisi lahan yang sempit di Singapura membuat kami hanya memiliki sedikit ruang untuk melakukan eksperimen secara nyata.”
Joshua Williams, Perencana Pengembangan Associate untuk Kota Gresham, Oregon, agak pesimis terhadap kemampuan Virtual Singapore untuk menggabungkan semua informasi ini. Sebagian besar informasi, katanya, sudah tersedia di pemerintah kota. Williams juga khawatir tentang sumber daya yang dibutuhkan untuk mengembangkan Virtual Singapore, bukan pada kemampuan untuk mengembangkannya, tapi untuk membuat data tersebut mampu mengakomodasi setiap perubahan yang terjadi.
Williams lebih tertarik dengan prospek untuk mensimulasikan perkembangan di masa depan dan memetakan ruang publik dalam tiga dimensi. “Jika setiap perkembangan baru dapat ditinjau berdasarkan kondisi lingkungan sekitarnya, kita dapat melakukan banyak hal untuk mengatasi masalah lingkungan yang mungkin muncul. Hal itu juga akan membantu kita untuk mengidentifikasi setiap potensi masalah yang mungkin tidak terpikirkan sebelum proyek baru itu dibangun," katanya.
"Ketika manusia tidak bisa melihat hal-hal secara visual, mereka tidak akan memahaminya," demikian pendapat Matthew Parrent, seorang associate senior di Biro Arsitektur dan Perancangan Gruen Associates, Los Angeles.
Singapura, yang sudah mulai menguji versi beta dari inisiatif tersebut, juga berencana untuk memasukkan data-data bisnis, seperti keuangan, arsitektur, teknik, transportasi, dan energi. Warga Singapura juga akan memiliki akses terhadap informasi lalu lintas, kondisi kesehatan dan cuaca, meskipun data lain yang lebih sensitif akan tetap bersifat tertutup.
"Rencana dapat berkembang setiap saat," kata Rocker. Pernyataan yang sangat masuk akal, mengingat bahwa mestinya ada berbagai isu yang kompleks dan senantiasa berubah, secepat perubahan teknologi. Kota-kota besar, terutama yang berkembang pesat seperti Singapura, tentu saja mengalami perubahan yang juga cepat.
Virtual Singapore diluncurkan pada bulan Desember 2014 sebagai salah satu pemacu inisiatif Singapore’s Smart Nation. Platform ini diperkirakan akan selesai pada tahun 2018.
--
(bagian 1 dari 2 tulisan | dirangkum dari berbagai sumber: Wired, Dassault Systemes, Business Insider, & AEC Magazine)
Nano Komposit Plastik untuk Lamp Holder Lampu Hemat Energi (LHE)
KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database
Bijih Kayu Plastik dari Komposit Serbuk Kayu Gergaji, Sekam Padi, Limbah Tapioka Menggunakan Teknologi Radiasi
KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database
Para peneliti di Egypt’s National Research Centre (Pusat Penelitian Nasional Mesir) telah berhasil membuat biofuel yang bisa digunakan sebagai bahan bakar pesawat terbang setelah melakukan eksperimen semi-industri pada bulan Desember tahun lalu.
Pusat Penelitian tersebut secara resmi mendapat mandat dari Egyptian Ministry of Civil Aviation (Kementerian Penerbangan Sipil Mesir) untuk mencari biofuel lokal yang dapat digunakan untuk menghidupkan mesin pesawat terbang. Hal ini dilakukan untuk mendukung pelaksanaan rencana IATA (International Air Transport Association/Asosiasi Pengangkutan Udara Internasional), untuk mengurangi separuh emisi karbondioksida yang dihasilkan oleh perusahaan penerbangan pada tahun 2050. Penerbangan komersial menyumbang sekitar 2 persen dari emisi karbon global setiap tahunnya.
Gizine El Diwani, profesor di bidang teknik kimia dan eksperimen semi-industri Mesir, mengatakan bahwa semuanya harus dimulai dengan produksi biofuel untuk kendaraan darat (mobil). Para peneliti membuat biodiesel dari biji pohon jarak (kandungan minyak dalam biji jarak berkisar antara 20-25 persen). Minyak jarak dapat diekstraksi dengan mudah menggunakan pelarut organik seperti heksana, demikian dikatakan oleh El Diwani.
Karena sifat minyak jarak jauh berbeda dari minyak mesin tradisional - dalam hal viskositas, kepadatan dan tingkat pembakaran – minyak jarak harus melalui sejumlah proses kimia yang cukup sederhana agar bisa digunakan pada mesin yang sedang berjalan.
Pada tahap ini, bahan bakar tersebut sudah sesuai untuk mesin mobil. Supaya cocok untuk mesin jet, minyak ini harus tahan beku hingga setidaknya minus 45 derajat celcius. Tim peneliti berusaha menyelesaikan masalah ini pada tahap pengembangan bahan bakar selanjutnya.
El Diwani menjelaskan: "Kami berhasil memperbaiki titik beku biofuel dari tanaman jarak pagar melalui proses perengkahan termal, yakni dengan menggunakan rangsangan termal pada suhu dan tekanan tinggi, agar dapat menurunkan suhu hingga minus 40 derajat [Celsius] tanpa pembekuan. Selanjutnya, suhu minus 45 derajat dapat dicapai dengan memasukkan beberapa zat kimia tambahan. "
El Diwani menambahkan bahwa Mesir telah berhasil membudidayakan pohon jarak di lahan seluas lebih kurang 1000 hektar, yang berada di daerah gurun Mesir Raya. Keberhasilan percobaan produksi biofuel ini diharapkan dapat mendorong tim peneliti untuk menambah area cadangan untuk menanam pohon jarak.
Khaled Fouad, seorang peneliti di bidang teknik penerbangan di Zagazig University Mesir, melihat adanya keuntungan mendasar dalam produksi biofuel dari minyak biji jarak. "Jarak adalah pohon yang tidak dapat dimakan oleh manusia dan hewan; dia tumbuh di tanah berpasir dan cukup diairi dengan air limbah – hal ini menjadikannya sebagai sumber biofuel yang unik."
Namun, Fouad juga melihat adanya tantangan serius terkait tingginya biaya produksi, yang bersumber dari penggunaan bahan aditif untuk menurunkan titik beku. "Secara global, harga biofuel terendah masih lebih tinggi 90 persen dibandingkan harga rata-rata bahan bakar biasa; Hal ini disebabkan oleh tingginya harga material yang dibutuhkan untuk pembuatan biofuel, "katanya.
Para peneliti saat ini sedang bekerja keras untuk mengatasi hal tersebut. Menurut Salwa Hawash, anggota tim peneliti: "Kami akan berusaha untuk menghilangkan bahan yang saat ini digunakan untuk menurunkan titik beku, dengan menambahkan hidrogen dalam proses perengkahan termal; dan kami berharap bahwa percobaan ini akan memberikan hasil positif dalam mengurangi biaya."
Percobaan semi-industri lain mengenai biofuel akan dilakukan setelah mereka benar-benar memahami metode rengkahan termal tersebut. Tim tersebut berharap dapat menyelesaikan semua percobaan industri, dan mulai bisa menggunakan biofuel buatan lokal untuk bahan bakar pesawat terbang pada akhir tahun 2017, demikian diungkapkan El Diwani.
---
(sumber: SciDevNet)
Ecoplas: Bioplastik Murah yang Tidak Murahan
KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database
Sistem Konverter Radiografi Sinar-X Digital untuk Rumah Sakit
KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database
Rambut beruban, rontok, menipis, hingga akhirnya menjadi botak merupakan masalah yang cukup lazim dihadapi kaum pria ketika mereka bertambah tua. Banyak pria menghabiskan waktu berjam-jam di depan cermin dengan gelisah, menyadari bahwa mereka mulai kehilangan helai demi helai rambut (dan juga penampilan) mereka. Sebuah temuan terbaru dari UT Southwestern Medical Center bisa jadi merupakan awal dari penemuan obat untuk mengatasi kebotakan dan rambut beruban.
Dr. Lu Le, peneliti dari UT Southwestern Medical Center mengungkapkan bahwa tim peneliti telah mengidentifikasi sel-sel yang secara langsung berperan sebagai penumbuh rambut. Identifikasi ini mungkin bisa dikembangkan untuk menemukan metode perawatan bagi rambut yang beruban maupun mengalami kebotakan. “Meskipun proyek ini berawal dari usaha untuk memahami bagaimana sebuah tumor tertentu bisa terbentuk, pada akhirnya kami justru mempelajari tentang mengapa rambut bisa beruban, dan menemukan identitas sel yang secara langsung menumbuhkan rambut.”
"Dengan pengetahuan ini, kami berharap ke depannya kami mampu menciptakan ramuan topikal atau mengirimkan gen tertentu ke folikel rambut yang diperlukan untuk memperbaiki masalah ini secara aman." Para peneliti menemukan bahwa dalam kasus ini, protein yang disebut KROX20 (yang lebih sering dikaitkan dengan perkembangan saraf) merangsang sel kulit yang menumbuhkan batang rambut.
“Peneliti UT Southwestern saat ini akan mencoba untuk mengetahui apakah KROX20 dan gen SCF dalam sel tidak lagi bekerja dengan baik seiring bertambahnya usia, sehingga menyebabkan rambut beruban dan menipis pada orang tua – seperti kebotakan yang dialami kaum pria”, demikian dikatakan Dr. Le.
Penelitian ini diharapkan juga bisa memberikan jawaban tentang mengapa kita menua, karena rambut beruban dan rambut rontok merupakan salah satu tanda awal proses penuaan.
---