Total: 1138 results found.
Page 27 of 57
Indonesia memiliki banyak kekayaan alam dengan potensi sebagai bahan alami pencegah penyakit atau juga sebagai obat herbal. Salah satu satunya yang sudah banyak digunaan secara tradisional adalah temulawak. Sayangnya penggunaan temulawak secara tradisional tersebut tidaklah praktis, rasanya kurang disukai, dan ketinggalan jaman.
KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database
Penggunaan pupuk organik terus meningkat, tidak hanya oleh para petani tetapi juga oleh para pecinta tanaman hias. Bau tidak sedap yang dihasilkan oleh pupuk organik menjadi kendala tersendiri khususnya bagi pecinta tanaman hias non-petani.
KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database
Produksi biodiesel di industri sebagai alternatif sumber bahan bakar terbaharukan sudah coba dilakukan. Pada skala kecil untuk rumah tangga terdapat kendala, dikarenakan proses batch dan ukuran reaktor yang tersedia terlalu besar juga konsumsi listrik yang tinggi untuk proses trans-esterifikasi.
KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database
Bunga Kecombrang, telah umum digunakan sebagai bahan bumbu makanan Nusantara, dengan berbagai nama. Penelitian ekstrak Bunga Kecombrang selain memiliki fungsi antioksidan juga menunjukkan potensi penggunaannya sebagai antimikroba atau pengawet makanan alami.
KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database
Pengembangan budidaya udang sering mengalami permasalahan akibat pencemaran sedimen tambak dari sisa pakan. Inovasi ini mengembangkan sistem pengolahan limbah perikanan yang menghasilkan energi listrik melalui mekanisme Microbial Fuel Cell (MFC).
KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database
Mentega adalah produk olahan krim susu yang umunya berasal dari susu sapi. Penggunaan susu kambing untuk mentega jarang dilakukan karena bau khas prengus (goaty) yang kurang disukai. Padahal susu kambing murah dan kaya manfaat, pemeliharaan kambing pun relatif lebih mudah dibanding sapi.
KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database
Konsep pelestarian hutan selama ini lebih banyak dikaitkan dengan kerugiannya, seperti tanah longsor atau banjir, dan bukan keuntungannya bagi masyarakat pedesaan. Hal ini menjadikannya kurang berkesinambungan. Konsep "Lestari Hutanku, Terang Desaku", menggabungkan implementasi sumber energi listrik mikrohido dengan pelestarian hutan.
KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database
Serangan penyakit Blas, Hawar Daun Bakteri (HDB), dan Hawar Pelepah Daun (HPD) menyebabkan turunnya produktivitas padi. Pengendalian umumnya menggunakan fungisida atau varietas padi yang tahan terhadap penyakit tersebut. Sayangnya, penggunaan fungisida tidak ramah lingkungan, sedangkan varietas padi tahan penyakit terpatahkan karena patogen membentuk galur baru.
KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database
Tentara butuh peralatan dan perlindungan ekstra karena sifat pekerjaannya. Dari beberapa inovasi teknologi militer, salah satunya adalah bahan kevlar rompi tahan peluru, yang dikombinasikan dengan komposit keramik performa tinggi. Material yang digunakan antara lain adalah hidroksiapatit untuk membentuk biokeramik. Komposit keramik bisa juga untuk bidang otomotif, penyaring partikel pada mesin diesel, dan juga menjadi substitusi untuk produk piezoceramic sensor.
KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database
Lebih dari 15.000 botol plastik mendapat kesempatan untuk menjalani hidup baru sebagai labirin bercahaya di Vatican Square, salah satu ruang publik paling terkenal di Buenos Aires. Dirancang oleh Luzinterruptus, sebuah inisiatif seni kolektif yang mengangkat isu lingkungan, Labirin Limbah Plastik ini dimaksudkan untuk menarik perhatian publik terhadap jumlah sampah yang dihasilkan setiap hari melalui instalasi yang mengundang pemikiran lebih dalam. Karya seni imersif yang merupakan pesanan dari Departemen Lingkungan dan Area Publik Pemerintah Kota Buenos Aires, Ciudad Verde ini dipamerkan selama satu minggu 24 jam setiap hari sebagai bagian dari Global Recycling Day.
Labirin ini merupakan karya yang dibangun secara spesifik sesuai dengan lokasinya. Sebelumnya, Luzinterruptus pernah membangun instalasi limbah plastik dengan teknik yang berbeda di Bordeaux (Prancis), Madrid (Spanyol), dan Singapura, dan semuanya terbuat dari sampah plastik yang dikumpulkan dari daerah sekitarnya. Untuk menunjukkan merek minuman mana yang menghasilkan limbah paling banyak di Buenos Aires, para desainer sengaja tidak melepas label botolnya. Lebih dari 15.000 botol plastik dikumpulkan dari seluruh penjuru kota dengan bantuan beberapa koperasi daur ulang perkotaan.
Setelah botol plastik dibersihkan, dan dipilah ke dalam kantong plastik bening, Luzinterruptus membangun labirin yang membentang sepanjang lebih dari 650 kaki (sekitar 198 meter) dan mencakup area seluas 1.550 kaki persegi (sekitar 144 meter persegi). “Kami menciptakan karya labirin yang imersif di mana para pengunjung akan merasa bingung dan cemas mencari jalan keluar,” jelas penggagas seni kolektif ini. “Pengalaman ini dimaksudkan untuk menghasilkan pemikiran, percakapan, atau mungkin niat untuk memperbaiki cara menggunakan atau membuang plastik. Kami ingin menggunakan kesempatan ini untuk mendapatkan perhatian tentang penggunaan cairan yang dikemas dalam botol yang semakin tidak terkendali dan menyebabkan masalah besar di negara-negara miskin. Sementara itu, sumber air saat ini diprivatisasi dan dibeli oleh perusahaan besar dengan kepentingan egois mereka, sehingga mereka mampu menguasai air, sumber daya Bumi yang paling penting, dan merupakan hak mendasar dari semua penghuninya."
Labirin plastik ini diterangi oleh cahaya lampu LED putih yang mengubahnya menjadi ruang bercahaya di malam hari. Setelah pameran selesai, labirin dibongkar dan semua plastiknya didaur ulang. Botol-botol dibersihkan dan disortir menurut warna, dikirim kembali ke koperasi daur ulang kota. Sedangkan tas plastiknya dikembalikan ke pabrik untuk dilelehkan.
---
(sumber: Inhabitat | Gambar yang lebih lengkap dapat dilihat di situs Luzinterruptus)
Tentu akan menarik jika desain batik yang dikenakan oleh anggota suatu lembaga/perusahaan mengandung nilai-nilai, seperti filosofi, visi, dan misi yang dilambangkan dalam logo perusahaan tersebut. Hal ini bukan berarti sekedar menempelkan logo atau simbol lembaga/perusahaan ke dalam desain batik yang sudah jadi. Lebih dari itu, nilai suatu logo harus dapat diterjemahkan ke dalam desain batik dan menjadi satu kesatuan.
KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database
Krisis air bersih di Indonesia hingga saat ini belum teratasi. Permasalahan ini juga terjadi di Kalimantan Barat (Kalbar), sehingga dibutuhkan unit pengolahan air skala rumah. Pengolahan air bersih skala rumah tangga terotomatisasi merupakan teknologi pengolahan air dengan beberapa modifikasi unit untuk mendapatkan hasil yang efektif, efisien, ekonomis, serta praktis. Modifikasi unit dimulai dari sumber yaitu sumur dengan konsep sumur filtrasi dengan modifikasi unit pengolahan yaitu dosing pump sederhana, clarifier, dan filter gulung
KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database
Berkembangnya isu tentang mikroplastik di lautan telah menyebabkan kekhawatiran tentang kemungkinan bahwa mereka akan memasuki perut kita melalui rantai makanan.
Pada tulisan sebelumnya di BICNETS mengenai limbah plastik di lautan, telah dipaparkan bahwa plastik yang berukuran besar secara terus-menerus terpecah menjadi potongan-potongan yang makin lama makin kecil ukurannya, akibat panas, sinar ultraviolet, oksidasi, benturan atau gesekan, atau karena diuraikan oleh bakteri.
Proses ini mengubah limbah plastik menjadi mikroplastik, yakni kepingan plastik mulai dari yang berukuran miskroskopis hingga sebesar butiran beras (plastik yang dikategorikan sebagai mikroplastik adalah yang ukurannya maksimal 0,5 mm). Ketika organisme laut yang berukuran kecil memakan mikroplastik, melalui rantai makanan, racun yang mereka telan akan ditelan pula oleh binatang pemangsa mereka, dan bisa jadi akan sampai pula ke piring manusia yang mengkonsumsi ikan atau seafood.
Tetapi ketika para peneliti di Universitas Heriot-Watt menyelidikinya, mereka menemukan bahwa mikroplastik yang ada di rumah justru merupakan ancaman yang jauh lebih besar bagi manusia. Hasil penelitian yang diterbitkan 29 Maret2018 lalu di jurnal Environmental Pollution ini menemukan bahwa manusia kemungkinan mengkonsumsi sekitar 114 serat plastik setiap kali makan yang berasal dari debu rumah yang menempel di piring mereka.
Dalam penelitian ini, para peneliti membandingkan antara jumlah mikroplastik yang ditemukan dalam kerang dengan serat plastik yang ditemukan dalam makanan di rumah-rumah pada umumnya. Mereka mengumpulkan kerang dari sekitar pantai Skotlandia untuk menilai berapa banyak mikroplastik yang mungkin dikonsumsi manusia dengan memakan kerang tersebut; dan sebagai kontrol, mereka juga meletakkan cawan Petri yang diisi dengan perangkap debu di samping piring makan di tiga buah rumah yang terpisah.
Hasilnya, setiap jangka waktu 20 menit (setara dengan waktu yang digunakan untuk sekali makan) mereka menemukan hingga 114 serat plastik pada perangkap debu. Jika dikalkulasi maka setiap tahun jumlahnya akan menjadi 13.731 hingga 68.415 serat per tahun. Sebaliknya, di setiap kerang rata-rata hanya ditemukan kurang dari dua partikel plastik, sehingga makan kerang hanya akan membuat manusia menelan 100 mikroplastik setiap tahun.
"Hasil penelitian ini mungkin mengejutkan bagi beberapa orang yang berpikir bahwa mikroplastik dalam makanan laut lebih tinggi daripada yang ada pada debu rumah tangga," kata peneliti senior Dr. Ted Henry. Para peneliti tidak merinci asal serat plastik tersebut, apakah berasal dari makanan rumahan yang digunakan dalam penelitian atau dari dapur tempat makanan tersebut dimasak. "Kami tidak tahu dari mana serat ini berasal, tetapi kemungkinan asalnya dari dalam rumah dan dari lingkungan yang lebih luas," kata Henry.
Sementara itu, Julian Kirby dari Friends of the Earth menambahkan informasi mengenai bagaimana partikel plastik bisa berubah menjadi debu: "Serat plastik yang ditemukan dalam debu di rumah kita dan udara yang kita hirup dapat berasal dari ban mobil, karpet dan perabotan rumah yang halus, serta pakaian seperti jaket berbulu. Benda-benda ini secara terus-menerus melepaskan potongan-potongan kecil serat plastik ke lingkungan karena mereka semakin menipis dari waktu ke waktu akibat pemakaian," katanya.
Henry mengatakan, mikroplastik tidak secara otomatis berarti beracun; masih ada ancaman yang lebih besar dari pencemar laut lainnya, yaitu merkuri. Namun Henry juga menduga bahwa mikroplastik dapat bertindak sebagai pembawa zat beracun lainnya, seperti DDT atau hexachlorobenzene yang menempel pada plastik dan dapat terakumulasi di dalam tubuh dalam konsentrasi yang lebih tinggi daripada yang seharusnya.
Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan di Lancet Planetary Health pada bulan Oktober 2017, munculnya kekhawatiran tentang mikroplastik yang memasuki rantai makanan antara lain disebabkan karena dampaknya terhadap kesehatan manusia masih belum diketahui secara pasti. Namun demikian, seandainya mikroplastik yang ada di laut ternyata bukan sumber utama dari racun yang dikonsumsi manusia, keberadaannya tetap menjadi masalah bagi kehidupan biota laut.
Kembali merujuk pada tulisan yang dimuat di BICNETS 9 Juni 2018 kemarin, limbah plastik dan sampah lainnya di laut menghalangi plankton dan alga mendapatkan sinar matahari. Tanpa itu, plankton dan alga akan mati karena tidak dapat melakukan fotosintesa. Hal ini akan mempengaruhi rantai makanan di laut, sehingga binatang di laut pun banyak yang mati karena kekurangan makanan.
Semakin sedikitnya plankton juga berpotensi membuat binatang laut memakan mikroplastik. Ada yang memakannya karena ukuran miroplastik sedemikian kecil hingga lolos melewati filter makanan mereka, ada pula yang memakannya karena mengira mikroplastik tersebut adalah makanan. Dari semua binatang laut, ada beberapa spesies tertentu yang 33%-nya memakan mikroplastik. Mereka yang memakan plastik berpotensi mengalami sumbatan dalam saluran pencernaan, kerusakan organ dalam tubuh, dan kelaparan (ketika perutnya penuh terisi plastik).
(Burung laut yang ditemukan mati di Midway Atoll, Hawaii, dengan perut penuh berisi sampah plastik)
Memakan plastik juga akan membuat binatang laut terpapar dengan bahan beracun yang berbahaya, seperti: polutan yang menempel di air laut, dan BPA yang terkandung pada plastik (yang dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan serius).
"Ada kesenjangan dalam pengetahuan para ilmuwan yang perlu diisi, terutama dalam kaitannya dengan kecenderungan partikel-partikel plastik untuk terakumulasi dalam jumlah besar dalam jangka waktu lama, dan potensinya dalam mempengaruhi ekosistem," tulis Henry. Jika masalah limbah plastik ini terus terjadi tanpa penanganan yang serius, bukan mustahil jika berbagai spesies binatang laut akan mengalami kepunahan dalam berapa dekade ke depan. Hal ini tentu saja merupakan ancaman serius bagi keseimbangan ekosistem di bumi.
---
(dirangkum dari: Treehugger, Science Direct, EcoWatch, Newsweek, dan news.com.au | sumber gambar lain: The Atlantic, Pixabay & ReuseThisBag)
Catatan Redaksi:
Tanggal 5 Juni ditetapkan oleh PBB sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia sejak tahun 1974, dan tema tahun ini adalah "Melawan Limbah Plastik". Dalam pesannya, Sekjen PBB António Guterres menegaskan agar kita semua menolak penggunaan barang-barang plastik sekali pakai, dan mengingatkan tentang jumlah limbah plastik yang semakin tidak terkendali. "Setiap tahun, lebih dari delapan juta ton limbah plastik berakhir di lautan," demikian pesannya.
Dalam rangka Hari Lingkungan Hidup Sedunia, mulai 5 Juni 2018, BICNETS akan menampilkan 8 tulisan bertema lingkungan. Enam di antaranya bertema plastik, dan 2 lainnya menampilkan tema lingkungan lainnya.
Mineral yang terdapat di Indonesia umumnya masih berbentuk deposit yang terpencar. Untuk itu diperlukan alat three in one bernama Rotary Drum Scrubber (RDS) yang berguna untuk memisahkan partikel pengotor dari mineral. Dengan proses fisika berupa pengadukan, pengayakan, dan pengangkatan, RDS mampu melakukan klasifikasi produk berdasarkan ukuran partikel.
KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database
Selama ini padi dikenal sebagai tanaman yang membutuhkan banyak air. Jenis padi gogo untuk lahan kering, umumnya kurang enak rasanya, pera, tidak wangi, dan hasilnya rendah. Inovasi varietas padi Inpago JSPGA 135 dan Unsoed-1 adalah pengecualian yang menggembirakan.
KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database
Betapa anehnya peradaban manusia yang berkaitan dengan plastik. Kita menemukan cara memproduksi bahan yang tahan lama, yaitu plastik, tetapi memanfaatkan penemuan tersebut untuk membuat barang-barang yang hanya dipakai sekali saja; seperti tas belanja yang hanya kita pakai untuk membawa barang belanjaan dari supermarket ke rumah lalu dibuang, atau butiran scrub yang kita pakai untuk membersihkan wajah dan badan kemudian dibasuh dengan air.
Setelah kita gunakan dalam waktu yang sangat singkat, kita membiarkan barang-barang plastik tersebut terbuang dan akhirnya terkumpul di lautan.
Setiap tahun, manusia membuang 13 juta ton plastik ke lautan. Sebagian dari plastik tersebut sejak awal sudah dibuat dalam bentuk partikel-partikel kecil, seperti butiran microbeads yang ada pada scrub wajah atau badan dan pasta gigi. Plastik lainnya dibuat dalam ukuran yang lebih besar, yang kemudian terpecah menjadi kepingan-kepingan kecil melalui proses mekanis atau kimiawi.
Meskipun perkiraan para ilmuwan tentang jumlah plastik di laut bervariasi, tetapi tidak ada keraguan bahwa saat ini jumlahnya sangat besar. Menurut sebuah penelitian yang dirilis tahun 2014, terdapat lebih dari 5 triliun potongan plastik di laut, dan 92 persen di antaranya adalah mikroplastik yang berukuran kurang dari lima milimeter.
Sebagaimana kata pepatah: "Siapa yang menanam, dia yang akan menuai", demikian juga rupanya yang terjadi pada mikroplastik. Setelah dibuang ke lautan, mereka akan kembali menghampiri manusia dengan berbagai cara. Salah satu cara yang paling sederhana adalah melalui rantai makanan. Organisme laut yang berukuran kecil dimakan oleh binatang laut lainnya yang lebih besar, kemudian dimakan oleh ikan, yang akhirnya dimakan oleh manusia di seluruh dunia.
Ternyata bukan hanya itu cara mikroplastik kembali kepada manusia yang membuangnya. Setidaknya ada dua studi yang menunjukkan kepada kita tentang kontaminasi plastik dalam makanan tanpa melalui ikan. Pada tahun 2015, sebuah tim yang melakukan penelitian tentang garam di China menemukan adanya plastik dalam garam yang dibeli di supermarket. Kemungkinannya, plastik semacam ini bisa saja ditemukan di tempat lain.
Ternyata prediksi tersebut benar-benar terjadi, seperti yang diungkapkan dalam sebuah penelitian yang dipublikasikan oleh jurnal Scientific Report, April 2017 lalu.
Ahli toksikologi air Ali Karami dan timnya dari Universiti Putra Malaysia mengekstraksi belasan merek garam laut dari delapan negara yang berbeda: Australia, Perancis, Iran, Jepang, Malaysia, Selandia Baru, Portugal, dan Afrika Selatan, untuk melihat apakah mereka dapat mengidentifikasi partikel asing di dalamnya.
Dari hasil penelitian di laboratorium, mikroplastik ditemukan pada semua garam, kecuali garam dari Perancis. Dari 72 partikel yang diekstrak, mereka menemukan bahwa 41,6 persennya adalah polimer plastik, 23,6 persennya adalah pigmen (yang sebelumnya juga pernah menjadi plastik), 5,50 persen karbon amorf, dan 29,1 persennya merupakan partikel tak dikenal. Partikel yang tidak teridentifikasi tersebut kemungkinan tidak dapat ditentukan jenisnya karena telah terdegradasi akibat cahaya, proses pelapukan atau faktor lainnya.
Ditemukannya berbagai jenis partikel plastik dalam garam setelah dilakukan ekstraksi secara kimiawi menunjukkan bahwa yang terkontaminasi adalah air lautnya, dan bukan proses produksi garamnya.
Ahli sirkulasi lautan global dan polusi plastik, Erik van Sebille dari Universitas Utrecht di Belanda mengatakan bahwa temuan itu mengejutkan sekaligus tidak mengejutkan. “Selama beberapa tahun terakhir, setiap kali para ilmuwan mencari plastik di lautan, mereka hampir selalu menemukannya; baik di dasar lautan yang terpencil, di sekitar Kutub Utara, di perut burung laut dan ikan, dan sekarang di garam laut. Plastik di laut adalah bukti dari kekejaman dan kebiasaan manusia yang jorok," tambahnya.
(Burung laut yang ditemukan mati di Midway Atoll, Hawaii, dengan perut penuh berisi sampah plastik)
Meskipun temuan kadar kontaminan tersebut masih cukup kecil dan dampaknya terhadap kesehatan masih bisa diabaikan, namun dengan mempertimbangkan fakta bahwa garam laut bukan satu-satunya kendaraan yang digunakan mikroplastik untuk memasuki makanan kita, Karami memperingatkan bahwa dosis kecil kontaminan yang berasal dari berbagai sumber kemungkinan bisa membuat mikroplastik yang memasuki makanan kita terakumulasi hingga mencapai jumlah yang membahayakan kesehatan.
---
(dirangkum dari: Inhabitat, Quartz, & Nature | sumber gambar: Pixabay, The Atlantic, & ReuseThisBag)
Catatan Redaksi:
Tanggal 5 Juni ditetapkan oleh PBB sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia sejak tahun 1974, dan tema tahun ini adalah "Melawan Limbah Plastik". Dalam pesannya, Sekjen PBB António Guterres menegaskan agar kita semua menolak penggunaan barang-barang plastik sekali pakai, dan mengingatkan tentang jumlah limbah plastik yang semakin tidak terkendali. "Setiap tahun, lebih dari delapan juta ton limbah plastik berakhir di lautan," demikian pesannya.
Dalam rangka Hari Lingkungan Hidup Sedunia, mulai 5 Juni 2018, BICNETS akan menampilkan 8 tulisan bertema lingkungan. Enam di antaranya bertema plastik, dan 2 lainnya menampilkan tema lingkungan lainnya.
Pengemasan daging sapi menggunakan plastik wrapping dan styrofoam sangatlah tidak baik bagi kesehatan dan lingkungan. Oleh karena itu, dilakukan inovasi dengan menggunakan edible filmsebagai pengemas daging sapi yang mampu mempertahankan kualitas warna dan daya awet daging sapi. Edible film adalah suatu lapisan tipis dan kontinu, terbuat dari bahan-bahan yang dapat dimakan untuk melindungi produk yang dikemas.
KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database
Bagi kita yang tidak memiliki pengalaman dan pengetahuan yang cukup, membeli ikan seperti membeli kucing dalam karung, karena tidak bisa membedakan ikan segar dan yang tidak. Keraguan konsumen untuk membeli dan menilai harga ikan bisa disiasati bila terdapat sebuah metode praktis untuk memastikan kualitas dan segar atau tidaknya ikan.
KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database
Penggunaan kemasan styrofoam dalam kehidupan sehari-hari sangat tinggi karena murah, ringan, kedap panas, tahan air, dan mudah dibentuk sesuai kebutuhan. Namun, penggunaan styrofoam juga memiliki dampak negatif, baik terhadap kesehatan bahkan lingkungan.
KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database
Plankton atau jasad renik di dalam air adalah sumber makanan bagi hewan-hewan air seperti udang. Plankton memerlukan nutrien yang terurai dari bahan probiotik oleh bakteri pengurai sebagai bahan makanannya. Probioter Terapung Mandiri disingkat PROTAM adalah wahana yang memfasilitasi proses penguraian secara lebih efisien, produktif, dan terapung di permukaan air.
KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database