Main Menu

  • Home
  • ENERGI
    • Bioenergy
    • Fossil Fuel
    • Wind Energy
    • Solar Energy
    • Hydropower
    • Geothermal Energy
    • Inovasi Indonesia
  • INFOKOM
    • Net
    • Apps
    • Gadget
    • Socmed
    • Inovasi Indonesia
  • HEALTH
    • Hidup Sehat
    • Makanan Sehat
    • Obat & Vitamin
    • Medical Science
    • Inovasi Indonesia
  • PANGAN
    • Agrikultur
    • Hortikultur
    • Aneka Pangan
    • Teknologi Pangan
    • Inovasi Indonesia
  • TRANSPORTASI
    • Darat
    • Air
    • Udara
    • Luar Angkasa
    • Inovasi Indonesia
  • LINGKUNGAN
    • Polusi
    • Perubahan Iklim
    • Deforestasi
    • Keanekaragaman Hayati
    • Erosi & Degradasi
    • Inovasi Indonesia
  • MAT/HAN
    • MATERIAL MAJU
      • Inovasi Indonesia
    • HANKAM
      • Inovasi Indonesia
  • SOSEK
    • Art & Design
    • Lifestyle
    • Entrepreneurship
    • Prilaku
    • Inovasi Indonesia
  • INOVASI INDONESIA
    • Blog Inovasi Indonesia
    • Inovasi Indonesia 2008
    • Inovasi Indonesia 2009
    • Inovasi Indonesia 2010
    • Inovasi Indonesia 2011
    • Inovasi Indonesia 2012
    • Inovasi Indonesia 2013
    • Inovasi Indonesia 2014
    • Inovasi Indonesia 2015
    • Inovasi Indonesia 2016
    • Inovasi Indonesia 2017

Membership

  • Login page
  • Search page
  • Offline Page
  • Error Page
  • Tagged Items

BIC - Business Innovation Center

  • Tentang B I C
  • Berita B I C
  • Blog Inovasi Indonesia
  • Video Inovasi Indonesia
  • Gallery Inovasi Indonesia
  • Tentang BICNETS
  • Kontak BIC
  • Kontak BICNET
BICNETS BICNETS past and future at present
  • Home
  • ENERGI
    • Bioenergy
    • Fossil Fuel
    • Wind Energy
    • Solar Energy
    • Hydropower
    • Geothermal Energy
    • Inovasi Indonesia
  • INFOKOM
    • Net
    • Apps
    • Gadget
    • Socmed
    • Inovasi Indonesia
  • HEALTH
    • Hidup Sehat
    • Makanan Sehat
    • Obat & Vitamin
    • Medical Science
    • Inovasi Indonesia
  • PANGAN
    • Agrikultur
    • Hortikultur
    • Aneka Pangan
    • Teknologi Pangan
    • Inovasi Indonesia
  • TRANSPORTASI
    • Darat
    • Air
    • Udara
    • Luar Angkasa
    • Inovasi Indonesia
  • LINGKUNGAN
    • Polusi
    • Perubahan Iklim
    • Deforestasi
    • Keanekaragaman Hayati
    • Erosi & Degradasi
    • Inovasi Indonesia
  • MAT/HAN
    • MATERIAL MAJU
      • Inovasi Indonesia
    • HANKAM
      • Inovasi Indonesia
  • SOSEK
    • Art & Design
    • Lifestyle
    • Entrepreneurship
    • Prilaku
    • Inovasi Indonesia
  • INOVASI INDONESIA
    • Blog Inovasi Indonesia
    • Inovasi Indonesia 2008
    • Inovasi Indonesia 2009
    • Inovasi Indonesia 2010
    • Inovasi Indonesia 2011
    • Inovasi Indonesia 2012
    • Inovasi Indonesia 2013
    • Inovasi Indonesia 2014
    • Inovasi Indonesia 2015
    • Inovasi Indonesia 2016
    • Inovasi Indonesia 2017

Search page

Search for:
Search Only:

Total: 1138 results found.

Page 52 of 57

Mengganti Sepatu sang Scorpion

Modifikasi Tapak Rantai Kendaraan Tempur Tank Jenis Scorpion Double Pin sebagai Litbang Bekelanjutan untuk Kemandirian Hankam Nasional 

KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database

Tetap Segar, Jaga Nilai

Alat Tranportasi Ikan Segar untuk Pedagang Ikan Keliling (ALTISe-2)

KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database

Bendungan PLTA Ternyata Meningkatkan Pemanasan Global

Bendungan Pembangkit Listrik Tenaga Air dalam jangka pendek memberikan kontribusi lebih besar terhadap pemanasan global daripada yang diperkirakan sebelumnya, demikian menurut sebuah penelitian yang dipublikasikan di BioScience, akhir 2016 lalu. 

Peningkatan besar-besaran dalam jumlah proyek pembangkit listrik tenaga air, baik yang ada saat ini maupun yang sedang dalam tahap perencanaan, diperkirakan akan melipatgandakan jumlah bendungan yang ada di dunia; dan hal ini justru akan memperparah masalah lingkungan global.

Penelitian tersebut menyatakan bahwa bendungan memancarkan sekitar satu miliar ton gas rumah kaca, atau sebesar 1,3 persen dari total emisi global tahunan. Dalam rentang waktu 100 tahun, bendungan menghasilkan lebih banyak metana dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh pertanian (khususnya tanaman padi) dan pembakaran biomassa.

"Kami memperkirakan bahwa metana yang dihasilkan oleh bendungan sebenarnya 25 persen lebih banyak daripada yang diperkirakan sebelumnya," demikian menurut Bridget Deemer, dari School of Environment of the Washington State University in Vancouver (Sekolah Lingkungan Hidup Washington State University di Vancouver), yang juga menjadi penulis utama dalam studi tersebut.

"Metana menetap di atmosfer dalam waktu sekitar satu dekade, sementara CO2 bertahan selama beberapa abad. Namun dalam waktu 20 tahun, kontribusi metana terhadap pemanasan global tiga kali lebih banyak dibandingkan kontribusi CO2. Inilah yang harus dipikirkan oleh para pembuat kebijakan," tambahnya.

Metana dihasilkan di dasar bendungan, tempat dimana kadar oksigen rendah, dan bakteri menguraikan bahan organik, seperti pohon dan rumput, baik yang memang ada di situ atau terbawa oleh saluran air. Sebagian dari metana berubah menjadi CO2; sisanya naik ke permukaan sebagai gelembung.

Setelah melakukan analisis terhadap lebih dari 250 bendungan (degan luasan lebih kurang seperempat dari total wilayah dunia yang berpenduduk) termasuk analisis terhadap emisi yang berasal dari gelembung, para peneliti menemukan bahwa bendungan juga menghasilkan lebih banyak metana daripada danau dan lahan basah.

Emily Stanley, seorang profesor ilmu liminologi dan kelautan di University of Wisconsin-Madison, mengatakan bahwa penelitian ini "sangat relevan" karena memberikan informasi terbaik tentang emisi gas rumah kaca yang berasal dari bendungan. Ini menunjukkan bahwa emisi metana yang tinggi tidak terkait dengan lokasi atau sejarah bendungan (seperti yang diungkapkan oleh peneliti lain), namun terkait dengan jumlah bahan organik yang ada dalam bendungan tersebut.

Menurut penelitian terbaru ini, alga yang berkembang biak di bendungan bagian hilir mengandung lebih banyak nutrisi seperti nitrogen atau fosfat, sehingga menghasilkan lebih banyak metana.

Deemer sangat antusias dengan peluang yang dimiliki oleh penelitian ini untuk merancang, mengalokasikan, dan mengoperasikan bendungan yang menghasilkan gas metana dalam jumlah yang lebih sedikit. 

Para peneliti juga telah menyarankan agar IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change = Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim) mempertimbangkan emisi metana ini pada rencana anggaran mereka selanjutnya. 

Dengan adanya temuan baru ini, nampaknya berbagai pihak yang terkait dengan masalah energi global perlu memikirkan kembali: seberapa hijau kah energi listrik yang dihasilkan oleh PLTA?

---

(sumber: SciDevNet | sumber gambar: Pixabay, Simply Science, & Post Star)

Kulit Melinjo Dibuang Sayang

Bahan Bioaktif Obat dari Modifikasi Ramah Lingkungan Limbah Kulit Melinjo

KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database

Bubur Hijau Kaya Protein

Tepung Sereal Edamame Instan adalah salah satu opsi untuk memperpanjang umur simpan edamame dengan tetap mempertahankan nutrisi yang dimiliki.

KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database

Erosi Mengancam Ketahanan Pangan Dunia

“Erosi tanah secara global telah mencapai tahap kritis yang akan membuat manusia tidak mampu memberi makan dirinya sendiri, jika tidak ada upaya untuk mengatasinya,” demikian peringatan yang tertulis dalam sebuah kajian yang diterbitkan di jurnal Science edisi bulan Mei 2015, dua tahun lalu. 

Kajian tersebut mengungkapkan bahwa di berbagai belahan dunia, tanah telah terkikis dalam waktu yang sangat cepat, lebih cepat daripada proses pembentukannya secara alami. Selain itu, lahan pertanian juga mengalami berbagai tekanan berat yang berasal dari penggunaan lahan untuk tanaman non-makanan (seperti: tanaman untuk biofuel), sehingga di masa depan batuan fosfat yang digunakan untuk membuat pupuk bisa jadi akan berkurang. 

"Peningkatan produksi pangan di negara-negara maju mengalami kemandekan," kata Ronald Amundson, seorang ilmuwan tanah di University of California, Berkeley, Amerika Serikat, yang juga salah satu penulis dalam penelitian tersebut. "Ada peluang untuk meningkatkan produksi pangan di negara-negara yang kurang maju, namun inisiatif ini akan membutuhkan dana besar untuk membeli pupuk, demi mendapatkan hasil yang diharapkan.” 

Fosfor yang dibutuhkan untuk membuat pupuk dibuat dengan cara ditambang. Menurut kajian tersebut, bahan baku ini harganya semakin tinggi; sehingga memicu kekhawatiran tentang ketersediaan pupuk anorganik bagi petani di negara-negara berkembang. 

Para penulis kajian ini mengatakan bahwa, alih-alih hanya mengandalkan pupuk untuk meningkatkan hasil pertanian konvensional, distribusi makanan dan nutrisi yang lebih efisien diperlukan untuk mengakhiri kelaparan. Hal ini merupakan salah satu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG/Sustainable Development Goals) yang diusulkan oleh PBB.

Erosi tanah disebabkan oleh terlalu banyaknya penggunaan lahan, penggundulan hutan, penggurunan, dan limpasan air, yang semuanya disebabkan oleh pertanian. Makalah ini muncul karena banyak ilmuwan merasa khawatir bahwa target perlindungan tanah dalam draft SDG memiliki kemungkinan untuk dihapus dari daftar tujuan SDG.

Sejak dimulainya International Year of Soils (Tahun Tanah Internasional) bulan Januari tahun 2015, para ilmuwan telah meminta fokus politik yang lebih besar pada pengelolaan tanah. Tim Benton, ahli ekologi populasi di University of Leeds, Inggris, mengatakan bahwa pengelolaan tanah yang lebih baik akan mampu menghasilkan makanan yang cukup di masa depan. "Saya pikir, kita belum benar-benar serius dalam upaya pelestarian sumber daya tanah dalam jangka panjang," katanya. 

Dalam sistem pertanian tradisional, produksi pangan dapat ditingkatkan dengan menggunakan berbagai teknik untuk mengurangi erosi tanah, demikian diungkapkan oleh Rattan Lal, ilmuwan tanah di The Ohio State University, Amerika Serikat. Petani sebenarnya dapat melestarikan tanah mereka melalui metode agroforestri atau dengan cara menutupi tanah dengan sisa tanaman.

Namun demikian, beralih ke metode semacam itu merupakan sebuah keputusan besar, karena metode ini lebih padat karya dan kurang efisien secara ekonomi, mengingat masih banyaknya petani yang mengerjakan lahan pertaniannya hanya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka saja, sehingga hasilnya pun hanya bisa dimanfaatkan untuk dimakan sendiri, untuk makanan ternak, dan untuk bahan bangunan. 

Menurut Lal, sekitar 500 juta petani di seluruh dunia bergantung pada lahan pertanian dengan luas kurang dari dua hektar. Jika pengelolaan tanah dimasukkan ke dalam agenda global untuk mengatasi perubahan iklim dan kekurangan pangan, banyak yang bisa dilakukan untuk membantu dua miliar 'orang kelaparan yang tidak terdeteksi’, yakni orang-orang yang tidak mendapatkan asupan nutrisi yang cukup dalam makanan mereka setiap harinya.

---

(sumber: SciDevNet | sumber gambar: Pixabay)

Bakar Tuntas Jadi Abu

Teknologi Pengolahan (Pembakaran) Sampah dengan Tunnel Kiln Incinerator 

KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database

Magnet dari Limbah Besi

Magnet Permanen Barium Ferit dari Bahan Baku Limbah Oksida untuk Komponen Mesin dan Elektronik

KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database

Indonesia Akan Mempopulerkan Buah Tropis

Ribuan petani anggota Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Kalimantan Timur sangat menyesalkan bahwa orang-orang di luar Indonesia tidak bisa menikmati buah pepaya mini, pisang, dan buah naga segar yang biasa tumbuh di kampung halaman mereka. Sejauh ini, sebagian besar produk buah segar mereka hanya dikonsumsi oleh penduduk lokal yang membeli dari pasar terdekat. Kurangnya infrastruktur membuat biaya pengiriman ke daerah lain menjadi mahal, apalagi untuk mengekspornya.

Eksportir buah Indonesia EK Prima Ekspor Indonesia, anak perusahaan dai raksasa ritel Uni Emirat Arab LuLu Group International, mengetahui secara langsung bagaimana harga jual di tingkat konsumen menjadi jauh lebih mahal akibat biaya transportasi yang jauh lebih tinggi daripada biaya produksinya. 

"Transportasi - dari petani ke gudang, ke bandara, dan akhirnya ke negara tujuan - sangat mahal. Jika buah kita yang unik ini tidak menarik bagi konsumen, kita bisa kalah dari negara lain, apalagi kalau mereka (negara lain) bisa menghasilkan buah yang sama dengan harga yang lebih murah, " kata Irawan Santoso, Kepala Divisi Buah dan Sayuran EK Prima. 

Indonesia juga memiliki mangga, rambutan, salak, nangka, sirsak, sukun, jambu biji dan belimbing yang tumbuh di negara tropis, namun tidak banyak dikonsumsi secara global atau bahkan di dalam negeri.

Pemerintah bertujuan untuk meningkatkan produksi buah-buahan tropis dengan memperluas lahan untuk perkebunan buah-buahan sekaligus memperbaiki sistem infrastruktur dan transportasi untuk menurunkan biaya distribusi yang tinggi. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari upaya menjadi produsen buah tropis terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2025 dan terbesar di dunia pada tahun 2045.

Presiden Joko "Jokowi" Widodo mengakui bahwa ini bukan tugas yang mudah, terutama karena sebagian petani lebih memilih untuk menanam komoditas unggulan seperti kelapa sawit di lahan mereka. Tanaman buah-buahan tidak dipilih karena memerlukan waktu yang lama untuk mengembalikan investasi. Infrastruktur yang buruk selama bertahun-tahun juga membuat biaya pengiriman menjadi sangat tinggi.

Presiden Joko "Jokowi" Widodo membagikan jeruk dan pisang lokal kepada anak-anak saat upacara pembukaan Fruit Indonesia di Senayan, Jakarta Pusat, 17 November 2016

"Kalau kita bisa memiliki 14 juta hektar perkebunan kelapa sawit, seharusnya kita juga bisa memiliki banyak lahan untuk buah," kata Jokowi saat upacara pembukaan Festival Buah Indonesia 2016 selama empat hari di tempat parkir Jakarta Convention Center. Presiden membagikan berbagai buah tropis kepada anak-anak untuk mengingatkan masyarakat tentang gerakan Cinta Buah Lokal. "Jika Anda melihat kekurangan infrastruktur pendukung yang bisa menghambat distribusi, tolong beritahu kami," katanya kepada khalayak yang terdiri dari ilmuwan, petani buah serta delegasi perdagangan lokal dan internasional.

Untuk memperluas perkebunan, pemerintah provinsi diinstruksikan untuk menyediakan lahan seluas 5 sampai 50 ha per unit bisnis produksi buah sebagai bagian dari tujuan yang lebih besar untuk menyediakan 400.000 ha lahan di Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatra. Program ini dimulai dengan penyediaan lahan seluas 100.000 ha, bekerjasama dengan perusahaan milik negara. Perusahaan perkebunan negara di bawah PTPN juga diminta untuk mulai menanami lahan yang kurang termanfaatkan untuk produksi buah.

"Perusahaan negara sangat antusias memberikan sebagian lahan untuk perkebunan buah-buahan. Mereka terbiasa memproduksi minyak sawit, karet, teh dan komoditas lainnya, bukan tanaman buah. Jadi, manajemen baru yang mengkhususkan diri dalam tanaman hortikultura perlu dibentuk," demikian diungkapkan oleh Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), Herry Suhardiyanto. Saat ini IPB sedang mempelajari kemungkinan untuk membentuk perusahaan negara baru untuk mengembangkan hortikultura berdasarkan permintaan Kementerian Badan Usaha Milik Negara.

Sementara itu, kalangan bisnis berharap bahwa visi menjadi penghasil buah tropis terbesar di dunia tetap dijalankan dari waktu ke waktu. "Jangan sampai kita mengubah kebijakan dan visi setiap kali berganti presiden," kata Karen Tambayong, kepala Pengembangan Hortikultura Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin).

---

(sumber: Stefani Ribka, The Jakarta Post | sumber gambar: The Jakarta Post & Pixabay)

 

Energi Nabati Demi Mandiri

Solusi Total Listrik dengan Genset Bioetanol Kadar Menengah

KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database

 

Bata Aman Gempa

Batu Bata Ringan Aman Gempa yang relatif murah, memiliki kekuatan mekanik yang baik, serta ramah lingkungan.

KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database

Sepuluh Manfaat Mentimun yang Perlu Anda Ketahui

“How cool are you? Cool as cucumber I bet!” Bangsa Barat suka memakai ungkapan ini. “Cool” memang memiliki banyak arti, bisa “keren”, “tenang”, “sejuk”, atau “dingin”. Istilah “cool as a cucumber” memang memiliki arti kiasan; akan tetapi, penjelasan secara logika tentang kenapa mentimun dianggap "cool", bisa jadi berasal dari kemampuan ketimun atau mentimun untuk mendinginkan suhu darah. 

Setelah membaca 10 fakta tentang mentimun ini, Anda akan melihat bahwa sayuran/buah yang satu ini memang pantas untuk menerima gelar “cool”. 

1. Oleskan mentimun secara topikal ke permukaan kulit wajah, mentimun akan mendinginkan darah dan meringankan pembengkakan di wajah, itulah sebabnya mentimun sangat populer dalam prosedur perawatan wajah.

2. Harus menemui klien, tapi lupa membawa permen karet atau permen penyegar napas setelah makan sesuatu yang berbau tajam di restoran? Mintalah beberapa irisan ketimun kepada pramusaji. Ambil sepotong dan tekan ke langit-langit mulut dengan lidah Anda selama 30 detik untuk menghilangkan bau mulut. Fitokimia dalam mentimun akan membunuh bakteri yang menyebabkan bau mulut.

3. Butuh multivitamin? Makan saja mentimun. Mentimun mengandung Vitamin B1, Vitamin B2, Vitamin B3, Vitamin B5, Vitamin B6, Asam Folat, Vitamin C, Kalsium, Besi, Magnesium, Fosfor, Kalium dan Seng. 

4. Anda stres? Potong-potong 1 buah mentimun dan letakkan di dalam panci berisi air mendidih. Bahan kimia dan nutrisi dari mentimun akan bereaksi dengan air mendidih dan dilepaskan bersama dengan uap air, menciptakan aroma yang meyejukkan dan menenangkan. Sebuah cara untuk meredakan stres yang cepat dan mudah.

5. Apakah cermin kamar mandi Anda menjadi buram setelah mandi pagi? Gosokkan potongan mentimun di seluruh permukaan cermin, selain cermin menjadi bening kembali, mentimun akan memberikan aroma spa yang menenangkan.

6. Apakah Anda mengalami kesulitan untuk minum delapan gelas air per hari? Cobalah mengunyah beberapa buah mentimun yang mengandung 95% air. Mengunyah mentimun juga bisa membantu mengurangi rasa lapar.

7. Salah tulis menggunakan pulpen, dan tidak punya karet penghapus maupun cairan pengoreksi? Ambil lapisan luar mentimun dan gosokkan perlahan-lahan untuk menghapus tulisan tersebut.

8. Ingin membuat kamar mandi bersih cemerlang tanpa goresan, dan tanpa bahan kimia yang keras? Ambil sepotong mentimun dan bersihkan permukaan bagian-bagian kamar mandi Anda yang membutuhkan perawatan, seperti: kran, bak cuci piring dari stainless steel, dan sebagainya. Mentimun akan menghilangkan sisa-sisa kotoran dan membuatnya bersih dan mengkilap.

9. Pusing dan sakit kepala karena kelelahan? Jangan kuatir, mentimun mengandung gula, vitamin B dan elektrolit yang cukup untuk mengembalikan nutrisi penting yang hilang dari tubuh, dan menjaga keseimbangan tubuh kita. Makanlah beberapa potong mentimun sebelum tidur dan Anda akan bangun tanpa sakit kepala!

10. Perlu tambahan energi di siang hari tapi tidak ada waktu untuk tidur siang? Jauhi minuman berenergi. Mentimun adalah sumber vitamin B dan karbohidrat yang bisa memberi tambahan energi yang Anda butuhkan. Anda akan merasa segar di sore harinya, tanpa tidur siang.

---

(sumber: Greenworks)

Citra Radar Nyata di Layar

Penggunaan metoda DBSCAN yang secara otomatis dapat menghilangkan noise yang ditangkap oleh radar agar data citra menjadi lebih sederhana

KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database

Siap Sedia Dimana Saja

Trolli Emergency Layanan darurat yang mengutamakan kecepatan; tapi juga menyediakan peralatan yang diperlukan untuk semua kemungkinan kejadian kedaruratan.

KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database

SolSource Sport: Kompor Portabel Bertenaga Surya

Bayangkan betapa nyamannya, bila Anda bisa berkemah di salah satu tempat favorit Anda dengan membawa sebuah kompor portabel yang bahan bakarnya 100 persen berasal dari sinar matahari. Lebih hebat lagi, kompor ini dapat memanaskan air atau makanan lima kali lebih cepat daripada panggangan biasa yang berbahan bakar arang. SolSource Sport, itulah nama yang diberikan kepada kompor ciptaan One Earth Designs, yang mengumpulkan dana melalui sistem crowdfunding Kickstarter, dan akan diluncurkan awal musim panas tahun ini.

SolSource Sport memfokuskan sinar matahari yang diterima oleh piringan receptor ke elemen pemanas untuk membuat apapun yang kita masak dapat memanas dengan cepat, dan siap untuk dimakan sesegera mungkin. Kompor ini bisa digunakan di tempat-tempat terbuka seperti di taman, kebun, area camping,  atau di area beratap seperti apartemen, tanpa risiko menimbulkan kebakaran, karena kompor ini tidak memerlukan nyala api untuk beroperasi. 

Dengan kompor serbaguna ini, Anda bisa memanggang, menggoreng, mendidihkan air, menumis, atau memanaskan kembali makanan yang sudah mendingin. Anda juga bisa menggunakan sebagian besar peralatan masak yang sudah Anda miliki, dan tidak perlu membeli panci atau wajan baru. Kompor surya ini mulai memanas hingga mencapai suhu yang cukup untuk memanggang dalam waktu lima menit, dan mampu mencapai suhu yang cukup untuk membakar dalam waktu 10 menit. 

SolSource Sport mampu berfungsi dalam berbagai kondisi sinar matahari, mulai dari satu jam setelah matahari terbit hingga satu jam sebelum matahari terbenam, dan bekerja pada suhu udara antara 30 dan 100 derajat Fahrenheit (kira-kira antara minus 1 hingga 38 derajat celcius). Anda bahkan bisa memasak di salju selama ada sinar matahari; dan karena sinar matahari adalah satu-satunya bahan bakar yang diperlukan untuk menyalakannya, SolSource Sport tidak menghasilkan emisi karbon.

Permukaan kompor bertenaga surya ini tetap dingin ketika disentuh, sehingga aman digunakan. Untuk merakitnya, hanya dibutuhkan waktu sekitar lima menit saja; dan setelah selesai memasak, kompor ini bisa disimpan di dalam tas jinjing sepanjang dua kaki (sekitar 60 sentimeter).

Hingga tanggal 1 Juni 2017, upaya crowdfunding One Earth Designs di Kickstarter telah menghasilkan lebih dari 100.000 dollar Amerika, jauh melebihi target 20.000 dollar yang dipasangnya. Harga jual ecerannya akan dipatok sebesar 249 dollar, namun Anda bisa mendapatkan kompor ini dengan harga di bawah 200 dollar jika cepat-cepat memesannya. 

---

(dirangkum dari: InHabitat & Kickstarter)

Olah Ikan Rucah Jadi Berkah

Pepton Ikan HTS Tidak Layak Konsumsi untuk Nutrien Mikroorganisme

KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database

Sawah Portabel Otomatis

Rancangan Sawah Multiguna dengan Perangkat Otomatisasi Irigasi dan Drainase

KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database

Polusi Udara Mengganggu Tidur Kita

Sebuah penelitian yang dipresentasikan pada Konferensi Internasional ATS (American Thoracic Society) 2017 baru-baru ini menemukan bahwa tingkat polusi udara berdampak pada kesehatan kita, dalam wujud gangguan tidur. "Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa polusi udara mempengaruhi kesehatan jantung, fungsi pernapasan dan paru-paru, namun belum terungkap apakah polusi udara juga mempengaruhi tidur," demikian pernyataan penulis utama studi tersebut, Dr. Martha Billings, yang juga merupakan asisten profesor bidang kedokteran di Universitas Washington. 

Tim peneliti menganalisis data dari 1.863 peserta dengan usia rata-rata 68 tahun, yang mengikuti Studi Atherosklerosis Multi-Etnis (Multi-Ethnic Study of Atherosclerosis/MESA), untuk mencari korelasi antara paparan polusi udara dan kualitas tidur.

Pengukuran difokuskan pada dua indikator: kualitas tidur dan efisiensi tidur, yaitu jumlah total waktu yang benar-benar dihabiskan untuk tidur, dan frekuensi terbangun ketika tidur.

Selama tujuh hari, peserta memakai perangkat berupa gelang aktigrafi yang mirip dengan FitBit, untuk mendeteksi berapa kali peserta terbangun di malam hari dan berapa lama mereka terjaga. Dengan alat ini, peneliti bisa mengukur lamanya waktu tidur dan persentase waktu yang digunakan untuk tidur dibandingkan dengan waktu mereka terjaga.

Dari hasil tersebut, mereka menemukan bahwa efisiensi tidur tertinggi para peserta adalah sekitar 93 persen, sedangkan yang terendah adalah 88 persen. Setelah menemukan bahwa 25 persen peserta berada pada level efisiensi tidur terendah, tim mulai menyelidiki apakah paparan terhadap polusi mempengaruhi tidur para peserta yang termasuk dalam kelompok terendah ini. 

Para peneliti kemudian membagi peserta menjadi empat kelompok berdasarkan tingkat keterpaparan mereka terhadap polusi udara, dengan menggunakan informasi tentang konsentrasi dua polutan udara utama di sekitar rumah para peserta. Dua komponen polutan tersebut adalah nitrogen dioksida (NO2) dan polusi partikel halus (PM2.5), yaitu partikel padat di udara yang memiliki diameter kurang dari 2,5 mikrometer. 

Perkiraan besarnya paparan polusi udara yang dialami para peserta dibuat berdasarkan data dari situs pemantauan Environmental Protection Agency (EPA) dan data lokal serta pemodelan statistik, selama kurun waktu satu tahun dan lima tahun. 

Kedua jenis data tersebut kemudian dibandingkan dengan mempertimbangkan berbagai faktor, di antaranya: usia, massa tubuh, gangguan pernafasan ketika tidur, ras/etnis, penghasilan, tingkat kemakmuran, dan status merokok (apakah peserta perokok atau bukan). 

Ternyata, ada sebuah keterkaitan (bukan hubungan sebab-akibat) antara tingkat polusi udara dan kualitas tidur, yakni bahwa peserta yang terpapar polusi udara paling banyak selama periode lima tahun lebih cenderung memiliki tingkat efisiensi tidur terendah; dan semakin banyak peserta terpapar polusi udara, semakin banyak pula waktu yang mereka habiskan untuk bangun atau terjaga.

Jika didesksripsikan secara detil, hasilnya adalah sebagai berikut: 

  • Level nitrogen dioksida (NO2) tertinggi meningkatkan peluang peserta untuk mengalami efisiensi tidur yang rendah hingga hampir 60 persen. 
  • Level PM 2.5s tertinggi meningkatkan kemungkinan peserta untuk mendapatkan kualitas tidur yang buruk hingga hampir 50 persen. 

Dr. Billings mengatakan bahwa para peneliti belum tahu bagaimana polusi udara berpengaruh terhadap tidur, namun ada banyak kemungkinan mekanisme di mana polusi udara dapat menyebabkan orang gelisah dan susah tidur.

"Ada kemungkinan bahwa mereka terganggu dengan kebisingan lalu lintas yang tinggi dan hal itu mempengaruhi tidur mereka. Kemungkinan lainnya, efek tersebut muncul karena polusi udara memicu terjadinya iritasi dan menyebabkan saluran napas bagian atas membengkak atau tersumbat. Atau bisa juga ada partikel kecil di udara yang masuk ke aliran darah serta mempengaruhi sistem saraf pusat dan area di otak yang mengendalikan pola pernapasan dan tidur," katanya.

Namun demikian, Dr. Billings juga menambahkan bahwa timnya masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat hubungan antara tidur dan polutan udara lainnya yang tidak tercakup dalam penelitian ini, bagaimana polutan dapat mengganggu pola tidur, dan apakah kebisingan lalu lintas juga berkontribusi terhadap kualitas tidur yang buruk. Penelitian lanjutan perlu dilakukan terutama karena data yang dikumpulkan dari peserta selama satu minggu mungkin belum mampu menunjukkan pola tidur seseorang secara akurat.

“Mungkin saja ada kaitan antara gangguan tidur yang akut dengan paparan polusi yang tinggi dalam jangka pendek, namun kami masih kekurangan data untuk mempelajari kaitan tersebut," tambah Dr. Billings.

"Temuan baru ini menunjukkan kemungkinan bahwa tingkat polusi udara yang biasa kita alami tidak hanya berpengaruh terhadap jantung dan paru tapi juga kualitas tidur. Memperbaiki kualitas udara bisa jadi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas tidur dan kualitas kesehatan, "katanya.

---

(dirangkum dari berbagai sumber: Science Daily, Live Science, Newsweek, IBTimes, Mercola, dan Jakarta Post | sumber gambar lain: Pixabay)

Pengantar Vaksin Portabel

Alat Pendingin Vaksin Portabel dan Hemat Energi yang dirancang khusus untuk mengatasi permasalahan pendistribusian vaksin, khususnya di daerah terpencil

KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database

Inovasi Mata di Langit

e-Sky Innovation: Sistem Informasi Pendukung Ketahanan Pangan Nasional

KLIK di sini untuk melihat detilnya di BIC - Inovasi Indonesia Database

  • Start
  • Prev
  • 47
  • 48
  • 49
  • 50
  • 51
  • 52
  • 53
  • 54
  • 55
  • 56
  • Next
  • End

Blog posts

  • Berita Penutupan Survei Suara Inovator Indonesia Tahap I 06 Oct
  • De-Bottle Necking Inovasi Indonesia 06 Oct
  • Inisiasi Klaster Inovasi Daerah Untuk Industri Nilam Aceh 06 Oct
  • LAUNCHING INOVASI ECODY: PEWARNA ALAM DARI UNS 06 Oct
  • Pelatihan Inovasi dan Kewirausahaan 06 Oct
  • Semangat Inovasi bagi Nilam Aceh 06 Oct
  • SURVEI SUARA INOVATOR INDONESIA (SSII Tahap I) - 2017 06 Oct

Sample banner

Tags

  • Pangan
  • Teknologi Pangan
  • Health
  • Sosek
  • Lingkungan
  • Infokom
  • Material Maju
  • MAT/HAN
  • Obat & Vitamin
  • 109 Inovasi Indonesia 2017
Users
8
Articles
1138
Articles View Hits
2653526
Copyright © 2025 bicnets.com. All Rights Reserved. Inisiatif dari BIC - Business Innovation Center Indonesia bic.web.id.
Powered By T3 Framework