Jika di Inggris ada Tristram Stuart yang mengolah roti sisa menjadi bir bermerk Toast Ale, di Selandia Baru ada Dr Aydin Berenjian yang bercita-cita untuk mandaur ulang semua roti sisa di dunia menjadi roti baru yang tetap enak dan lebih sehat.
Di Selandia Baru saja, setiap tahun 10 juta iris roti putih (yang setara dengan 7000 ton) dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Di Inggris, selama bertahun-tahun roti menjadi makanan yang paling banyak terbuang, setiap satu dari lima keluarga di Inggris rata-rata membuang satu potong utuh roti (bukan satu iris) ke tempat sampah. Menurut sebuah survey di The Guardian, 38 persen rumah tangga membeli dua potong roti setiap minggu, tapi 18 persen dari mereka membuang satu roti, bahkan tanpa sempat membukanya. Jika kita bicara limbah roti di seluruh dunia, maka jumlahnya adalah 24 juta iris roti alias 1.2 juta ton setiap tahunnya.
Dr Aydin Berenjian yang berprofesi sebagai dosen di Universitas Waikato ini mengolah roti yang terbuang menjadi roti baru. Gagasannya dimulai pada tahun 2015 dalam bentuk kerja sama antara Berenjian dan perusahaan makanan Goodman Fielder. Roti yang akan 'disulap' oleh Berenjian menjadi roti baru ini diambil dari supermarket dan perusahaan roti. Ketika roti sudah mendekati tanggal kadaluarsa, biasanya supermarket akan mengembalikannya ke produsen, karena mereka tentu saja tidak ingin menjual produk lama kepada pelanggan.
"Tidak banyak orang yang tahu bahwa roti yang tidak terjual di supermarket dikembalikan ke pabriknya lagi sehingga pemilik pabrik harus menampung roti sisa tersebut," kata Berenjian. "Biasanya roti sisa ini dibuat menjadi tepung roti (bread crumbs), tapi sebagian besar berakhir di tempat sampah. Ketika sampai ke TPA inilah masalah lingkungan yang sangat besar dimulai."
Roti yang terbuang tidak hanya menambah jumlah sampah di TPA. Ketika berada di TPA, limbah roti berkontribusi terhadap pembentukan lindi (leachate), yang bersifat cair dan mengandung zat yang berbahaya bagi lingkungan. Air tanah bisa terkontaminasi, selain itu, pembentukan lindi juga menghasilkan karbon dioksida yang berkontribusi terhadap pemanasan global.
Sebenarnya, semua jenis roti bisa didaur ulang, namun pada tahap ini Berenjian dan timnya berfokus pada roti putih produk Goodman Fielder dahulu. Setelah terkumpul, roti sisa tersebut menjalani pemeriksaan manual, karena roti yang terlalu basi tidak akan bisa didaur ulang. Roti yang sedikit berjamur masih bisa ditolerir dengan membuang jamurnya, tapi jika seluruh roti telah terkontaminasi jamur, maka roti tersebut sudah tidak bisa lagi didaur ulang, karena akan mempengaruhi tekstur dan rasa pada hasil akhirnya.
Berenjian dan timnya menciptakan proses fermentasi, yang hanya memerlukan satu hari untuk keseluruhan proses, mulai dari mengumpulkan roti yang telah disortir, memproses fermentasinya, memanggang, dan akhirnya mengepak. Sejauh ini, orang-orang yang telah mencicipi roti Berenjian mengatakan bahwa rotinya sangat enak, rasanya berada di antara roti putih biasa dan roti sourdough.
Menurut Berenjian, Roti yang difermentasi ini memiliki keunggulan dari roti biasa, karena memiliki asam amino esensial yang tinggi, yang tidak bisa diproduksi sendiri oleh tubuh kita. Selain itu, semua mikroba yang digunakan untuk memproses rotinya adalah probiotik yang memiliki manfaat besar bagi tubuh kita karena mampu memperbaiki sistem percernaan dan kekebalan tubuh. Roti ini juga lebih tahan lama; jika roti biasa hanya bisa bertahan di rak selama tiga hari, roti fermentasi Berenjian bisa bertahan selama tujuh hari.
Memanfaatkan roti lama yang hampir kadaluarsa mungkin terasa 'menjijikkan', namun sistem fermentasi yang dilakukan Berenjian dan Goodman Fielder pada dasarnya justru menyegarkan roti karena selain berumur lebih panjang, proses fermentasi justru menambahkan zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh.
Berenjian berharap rotinya bisa dijual dalam dua tahun ke depan. "Jika prospeknya cukup menjanjikan, saya yakin banyak perusahaan akan tertarik untuk memanfaatkan proses ini; bukan hanya untuk Selandia Baru atau untuk satu perusahaan tertentu saja, tapi tantangannya adalah untuk menyelamatkan 1,2 juta ton limbah roti di seluruh dunia."
---
(dirangkum dari: GREENMATTERS, stuff, BLOUIN NEWS, bake, & American Journal of Biochemistry and Biotechnology | sumber gambar lain: simplemost, shutterstock, Flickr, & SlideShare)
Comments (0)