Limbah Medis: Belajar dari India

Limbah Medis: Belajar dari India

Kita tahu bahwa perubahan iklim tidak baik bagi kesehatan kita. Tapi tidak banyak yang tahu berapa emisi karbon yang dihasilkan dari sektor kesehatan. Faktanya, industri medis menghasilkan banyak limbah dari kegiatan perawatan orang sakit (misalnya: pakaian tenaga medis ketika melakukan operasi – lengkap dengan penutup kepala, sepatu bot, sarung tangan dan selimut sekali pakai) dan mengkonsumsi banyak energi untuk menggerakkan mesin yang dibutuhkan dalam diagnosis dan pembedahan pasien. Belum lagi prosedur anestesi yang menghasilkan emisi gas rumah kaca yang jauh lebih jahat daripada karbon dioksida. Menurut sebuah penelitian, di Amerika Serikat, sektor kesehatan menyumbang 10 persen terhadap seluruh emisi karbon di negara tersebut.

"Pembedahan merupakan salah satu bidang kesehatan yang paling banyak mengkonsumsi sumber daya dan biaya, jadi apapun yang bisa kita lakukan untuk mengurangi carbon footprint di sektor ini akan membantu mengurangi keseluruhan emisi kita," demikian dikatakan Cassandra Thiel, asisten profesor di Departemen Kesehatan Masyarakat dan Oftalmologi di NYU Langone Health. "Sayangnya, cara kita melakukan praktik medis saat ini memiliki dampak negatif terhadap lingkungan kita, dan pada gilirannya juga berdampak pada kesehatan manusia."

Thiel dan rekan-rekannya memutuskan untuk meneliti masalah emisi yang dihasilkan oleh industri kesehatan untuk mengetahui apakah mereka dapat menemukan pendekatan yang lebih ramah lingkungan. Mereka mempelajari operasi katarak yang dilakukan di pusat perawatan kesehatan di India, Aravind Eye Care System, yang dinilai sebagai sebuah model operasi berbiaya rendah dengan hasil yang sangat baik. "Beberapa cara Aravind untuk mengurangi biaya operasi adalah dengan menginvestasikan peralatan bedah yang dapat digunakan kembali dan dengan mengembangkan proses pembedahan yang mampu memastikan kecepatan dan keamanannya," kata Thiel. "Hasil bedah mereka sama dengan fasilitas bedah di Amerika, bahkan dalam beberapa standar justru lebih baik", katanya.

Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya sangat bergantung pada bahan sekali pakai ketika melakukan operasi, "Kami ingin mengetahui apakah pendekatan yang berbeda dengan menggunakan peralatan bedah yang sebagian besar dipakai lagi dapat memberi dampak yang lebih besar untuk mengurangi emisi; namun kami harus mencarinya di luar dunia Barat untuk menemukan contoh yang bagus, "katanya. Makalah mereka dimuat dalam Journal of Cataract and Refractive Surgery, yang juga melibatkan peneliti dari University of Maryland Medical Center dan Aravind.

Katarak, penyebab utama kebutaan, banyak terjadi di kalangan lanjut usia dan menyebabkan kekakuan pada lensa mata. Operasi katarak adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan di dunia. "Kami menghabiskan lebih dari $ 6,8 miliar per tahun di AS hanya untuk operasi katarak, dan, seiring dengan bertambahnya usia penduduk dunia, jumlah prosedur operasi katarak juga meningkat - yang berarti biaya dan environmental footprint untuk perawatan katarak kemungkinan akan meningkat pula," kata Thiel. "Operasi katarak di AS, seperti kebanyakan operasi lainnya, dilakukan di ruang operasi yang intensif dalam penggunaan energi dan menggunakan sejumlah alat dan bahan sekali pakai. Membuat sebuah perubahan kecil dalam prosedur ini akan bisa membuat perbedaan besar dalam environmental footprint."

Sejak bulan November 2014 sampai Februari 2015, para peneliti melakukan analisis terhadap bahan dan energi yang dibutuhkan serta limbah yang dihasilkan oleh operasi katarak di Aravind, menghitung emisi gas rumah kaca, dan juga berbagai hal lain yang terkait dengan penipisan ozon, polusi air dan udara. Mereka kemudian membandingkannya dengan yang terjadi di Inggris, yang merupakan fokus dari penelitian mereka sebelumnya, dan menemukan bahwa Aravind hanya menghasilkan 4 persen emisi dibandingkan dengan operasi sejenis yang dilakukan di Inggris.

(Keterangan gambar: kiri: limbah medis yang dihasilkan dari 1 operasi katarak di AS, kanan: limbah medis yang dihasilkan dari 93 operasi katarak di India)

"India saat ini melakukan lebih dari tujuh juta operasi katarak dalam setahun," kata Thiel. "Jika semua operasi dilakukan dengan proses yang sama seperti di Inggris, mereka akan menghasilkan hampir satu juta metrik ton gas rumah kaca. Jika semua dilakukan dengan proses Aravind, mereka hanya akan menghasilkan sekitar 40.000 metrik ton gas rumah kaca. Perbedaan ini setara dengan mengurangi lebih dari 230.000 kendaraan penumpang dari jalan raya."

Strategi Aravind mencakup durasi operasi yang lebih singkat, penggunaan kembali pakaian bedah, penutup kepala, sepatu bot dan selimut, obat-obatan multiguna yang lebih baik, dan sterilisasi instrumen stainless steel yang lebih efisien sehingga bisa digunakan kembali pada hari yang sama, demikian diungkapkan oleh penelitian tersebut.

"Aravind telah membakukan proses mereka sehingga setiap orang akan melakukan hal yang sama setiap waktu, seperti jalur perakitan mesin. Hal ini akan mempersingkat waktu operasi,” kata Thiel. "Dokter bedah Aravind hanya melakukan apa yang dilatih oleh para ahli bedah. Ahli mata tingkat menengah menangani semua pekerjaan pra-dan pasca operasi pada hari operasi, sehingga mengoptimalkan waktu ahli bedah. Sebaliknya, kebanyakan ahli bedah di rumah sakit Amerika mengunjungi pasien di ruang pra-operasi, mempersiapkan lokasi bedah pasien, dan membantu membersihkan pasien setelah operasi”, katanya.

"Aravind juga telah merancang proses untuk memastikan bahwa peralatan yang akan dipakai kembali disterilkan dengan benar untuk setiap prosedur bedah. Selain itu, di Aravind, obat tetes mata yang digunakan dalam operasi diberikan pada beberapa pasien sampai benar-benar habis dan botolnya kosong," katanya. "Di AS, karena botol diberi label sekali pakai, obat yang tersisa setelah dipakai pada satu pasien akan dibuang." Thiel mengatakan bahwa praktik ini bisa dilakukan untuk prosedur apa pun. Namun, tidak jelas apakah praktik ini akan bisa segera diterima dan dijalankan oleh para praktisi medis di AS, bahkan mungkin tidak akan diterima sama sekali. Satu hal yang lebih penting lagi adalah, sistem perawatan kesehatan AS masih bergantung pada barang sekali pakai demi alasan yang baik; yakni untuk mengurangi risiko infeksi yang didapatkan di rumah sakit, yang hingga saat ini masih selalu menimbulkan masalah.

"Tentu saja, pada setiap tindakan operasi apapun, selalu ada risiko infeksi," kata Thiel. "Beberapa praktik [Aravind] dapat menimbulkan risiko lebih tinggi karena potensi kesalahan yang disebabkan oleh kelalaian manusia. Meskipun kita mungkin tidak akan mengadopsi semua praktik Aravind (seperti penggunaan kembali sarung tangan operasi), pakaian tahan api yang dapat dipakai ulang, tirai, dan tutup kepala sudah disediakan oleh perusahaan pemasok peralatan medis standar. Dengan protokol perawatan yang tepat dan desain yang bagus, barang-barang ini tidak boleh memberikan risiko yang lebih besar dibandingkan barang-barang sekali pakai. "

“Sebagian besar staf medis sebenarnya sudah gerah dengan jumlah limbah yang dihasilkan dari prosedur medis yang mereka lakukan setiap harinya. Mengurangi limbah di sektor kesehatan sebenarnya selaras dengan prinsip yang kita pelajari di sekolah: Reduce, Reuse & Recycle, demikianlah seharusnya", pungkas Thiel.

--

(sumber: Popular Science | sumber gambar lain: pixabay)

Comments (0)

There are no comments posted here yet

Leave your comments

Posting comment as a guest.
Attachments (0 / 3)
Share Your Location